Sejarah Peristiwa Trisakti Tahun 1998
Sejarah Peristiwa Trisakti Tahun
1998
Bulan Mei menyimpan peristiwa
sejarah besar bagi bangsa Indonesia selain sejarah
Hari Buku Nasional dan sejarah
Hari Pendidikan Nasional. Peristiwa Trisakti atau yang lebih dikenal
sebagai Tragedi Trisakti terjadi pada tanggal 12 Mei 1998, tepatnya 21 tahun
yang lalu. Peristiwa tersebut menelan korban beberapa mahasiswa yang sedang
berdemonstrasi menuntut reformasi di Universitas Trisakti, Grogol, Jakarta
Barat. Serangkaian aksi demonstrasi memang telah terjadi sebelumnya di dalam
kampus, namun aksi kali itu adalah aksi mahasiswa terbesar yang tercatat di
luar kampus.
Aksi damai yang dilakukan para
mahasiswa untuk menentang pemerintahan Soeharto pada saat itu berubah menjadi
peristiwa berdarah dan brutal yang menelan banyak korban luka serta empat
korban jiwa dari pihak mahasiswa, dan diikuti dengan peristiwa kerusuhan berbau
rasial yang terjadi sehari setelahnya yaitu pada tanggal 13 – 15 Mei 1998.
Hingga sekarang, peristiwa ini dikenang sebagai simbol perlawanan para
mahasiswa terhadap pemerintahan Orde Baru.
Latar Belakang Sejarah Peristiwa
Trisakti
Sejarah peristiwa Trisakti
berlatar belakang kondisi ekonomi Indonesia yang mengalami kegoyahan pada tahun
1998, karena terpengaruh krisis keuangan Asia sejak 1997 – 1999. Krisis moneter
ini juga menjadi salah satu faktor
penyebab runtuhnya orde baru. Saat itu banyak mahasiswa termasuk mahasiswa
Universitas Trisakti melakukan demonstrasi besar – besaran ke Gedung Nusantara.
Sejak Soeharto kembali dilantik menjadi Presiden untuk ketujuh kalinya pada
Sidang Umum MPR tertanggal 10 Maret 1998, aksi mahasiswa semakin terbuka dan
berani.
Sebelum Sidang Umum MPR, aksi –
aksi mahasiswa masih terbatas di dalam kampus. Setelah sidang itu dimulai, aksi
mahasiswa mulai meluas ke luar kampus. Di sela – sela waktu sidang yaitu pada
tanggal 5 Maret 1998 diadakan pertemuan yang diikuti sekitar 20 orang mahasiswa
Universitas Indonesia dengan Fraksi ABRI untuk menyuarakan mengenai penolakan
laporan pertanggung jawaban Soeharto, namun tuntutan tersebut hanya didengarkan
dan tidak dipenuhi.
Setelah terpilihnya kembali
Soeharto, aksi – aksi mahasiswa mulai berlangsung di luar lingkungan kampus.
Posisi kampus yang strategis karena dekat dengan kompleks gedung MPR/DPR,
membuat Universitas Trisakti digunakan sebagai titik berkumpulnya mahasiswa
dari berbagai kampus berbeda. Aksi 12 Mei 1998 dimulai pada pukul 11.00 WIB
dengan agenda orasi dari Jenderal Besar AH. Nasution tetapi sayangnya beliau
tidak jadi datang ke lokasi. Acara kemudian diisi oleh orasi dari para guru
besar, dosen dan mahasiswa lain. para peserta aksi mulai keluar kampus sekitar
pukul 13.00 WIB hingga ke jalan S. Parman. Tujuan mereka adalah untuk melakukan
long march menuju gedung MPR/DPR di Senayan. Para mahasiswi berada di barisan
depan dan membagikan bunga mawar kepada para petugas polisi yang menghadang
peserta aksi.
Negosiasi dilakukan antara
pimpinan mahasiswa, alumni, Dekan Fakultas Hukum Trisakti Adi Andojo, Komandan
Kodim Jakarta Barat Letkol (Inf) A. Amril menyetujui bahwa aksi damai hanya
dilakukan hingga depan Kantor Walikota Jakarta Barat atau sekitar 300 meter
dari pintu utama kampus Trisakti. Mahasiswa kemudian melanjutkan aksi dengan
mimbar bebas untuk menuntut reformasi dan Sidang Istimewa MPR. Hingga pukul
17.00 aksi berjalan damai tanpa adanya ketegangan yang berarti dan sebagian
peserta sudah ada yang mulai masuk ke dalam kampus Trisakti. Ketahui juga
mengenai biografi
Soeharto , sejarah partai
PAN dan sejarah partai
PKB yang berdiri setelah reformasi.
Penembakan Misterius
Sejarah peristiwa Trisakti
mencatat bahwa ketika para mahasiswa sudah siap membubarkan diri, terdengar
letusan senjata api dari arah aparat keamanan yang berjaga. Seketika itu juga
suasana berubah menjadi panik dan para mahasiswa lari menyelamatkan diri. Dalam
berbagai dokumentasi, terlihat tembakan berasal dari atas jembatan layang
Grogol dan jembgatan penyebrangan. Aparat keamanan justru mulai bersikap
agresif dan memukuli para mahasiswa, sehingga mahasiswa mulai melawan dengan
melempari aparat dengan batu dan benda apapun di sekitar mereka.
Dalam sejarah peristiwa Trisakti
diketahui ada mahasiswa yang menjadi korban dari penembakan tersebut sehingga
mereka dilarikan ke beberapa rumah sakit terdekat, salah satunya adalah ke RS
Sumber Waras. Pada awalnya dikatakan ada enam korban tewas, tetapi kemudian
diketahui secara pasti bahwa korban tewas ada empat orang mahasiswa. Mereka
adalah :
- Elang Mulia Lesmana (1978 – 1998) dari Fakultas
Teknik Sipil dan Perencanaan
- Heri Hertanto (1977 – 1998) dari Fakultas
Teknologi Industri
- Hafidin Royan (1996 – 1998) dari Fakultas
Teknik Sipil dan Perencanaan jurusan Teknik Sipil
- Hendriawan Sie (1975 – 1998) dari Fakultas
Ekonomi
Hasil autopsi menunjukkan bahwa
keempat korban memiliki luka tembak yang sangat mematikan pada dahi yang tembus
sampai ke belakang kepala, leher, punggung dan dada. Keempatnya diketahui
berada di dalam kampus ketika penembakan terjadi.
Pada saat itu satuan pengamanan
yang ada di lokasi adalah Brimob, Batalyon Kavaleri 9, Batalyon Infanteri 202
dan 203, Artileri Pertahanan Udara Kostrad, Pasukan Anti Huru Hara Kodam,
Pasukan Bermotor yang melengkapi diri dengan tameng, gas air mata, Steyr dan SS
– 1. Walaupun pihak aparat keamanan membantah penggunaan peluru tajam, tetapi
hasil otopsi terhadap korban menunjukkan bahwa penyebab kematian mereka adalah
peluru tajam. Peluru kaliber 5,56 mm di tubuh Heri Hertanto biasanya digunakan
oleh senjata laras panjang yang berjenis Steyr atau SS – 1, yang biasa
digunakan oleh satuan Brimob atau Kopassus. Begitu juga hasil otopsi yang
diungkap oleh Tim Pencari Fakta ABRI, dan uji balistik yang dilakukan di
Forensic Technology Inc di Montreal, Kanada.
Kapolri yang menjabat pada
sejarah peristiwa Trisakti saat itu yaitu Jenderal Pol Dibyo Widodo membantah
penggunaan peluru tajam. Begitu juga dengan Kapolda Metro Jaya Hamami Nata yang
menyatakan bahwa polisi hanya menggunakan tongkat pemukul, peluru karet dan
peluru kosong, juga gas air mata. Walaupun kemudian ditetapkan enam terdakwa
yang disidangkan beberapa tahun setelahnya, siapa penembak dan motifnya tetap
tidak terungkap. Enam terdakwa tersebut hanya menerima tuduhan tidak menaati perintah
atasan dengan sengaja.
Tidak hanya itu, peristiwa
Trisakti memancing berbagai situasi yang memburuk seperti terjadinya kerusuhan
Mei 1998, peristiwa Semanggi I, peristiwa Semanggi II yang juga menelan
korban luka, tewas dan kerugian materiil serta kerusakan mental yang tidak
sedikit. Kerusuhan dan berbagai peristiwa yang terjadi setelah itu tidak
menggoyahkan konsentrasi para mahasiswa untuk tetap bergerak dan menuntut
adanya perubahan. Pada 18 Mei 1998, mahasiswa telah berhasil menguasai kompleks
gedung MPR/DPR hingga Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei dan menyerahkan
jabatannya pada Wakil Presiden BJ. Habibie sebagai Presiden RI ketiga.
Hingga sekarang, segala upaya
untuk mengusut siapa dalang penembakan terhadap mahasiswa dalam peristiwa
Trisakti belum menemui titik terang yang berarti. Segala upaya pengungkapan
selalu mengalami halangan padahal pada peristiwa tersebut terjadi kasus
pelanggaran hak asasi manusia yang luar biasa dan perlu pengusutan lebih lanjut
demi terciptanya keadilan bagi para korban. Tidak hanya titik terang mengenai
sejarah peristiwa Trisakti, namun juga untuk kasus kerusuhan Mei 1998 dan
peristiwa Semanggi I dan II yang belum dapat terungkap secara jelas.
Sumber https://sejarahlengkap.com/indonesia/kemerdekaan/pasca-kemerdekaan/sejarah-peristiwa-trisakti
Post a Comment
0 Comments